Oleh: Fatih Umasugi
Ketika pesta demokrasi visi misi kalian telah menjadi harapan agar semuanya mampu di realisasi. Semua hanya mimpi yang ingin dicapai sunggu kami tidak mampu menanti janji yang tidak pasti. Aku melihat dan mendengar ketika wajah baru memakai jas hitam, ia berpidato dengan lantang memberikan janji makan gratis.
Mirisnya, mengapa di setiap lorong dan gang-gang, masih terdapat banyak bahkan sosok seorang ibu dan anaknya mengangkat tangan lalu meminta makan. Ketika jiwa kami telah sakit, tubuhpun tak berdaya kami pikir rumah itu gratis agar bisa menampung seribu jiwa yang hidup melarat.
Mengenang kasih tertindas habis oleh biyaya administrasi. Rupanya di gedung putih dengan fasilitas mewah, mereka menggunakan sistem otoriter, kami seperti anjing yang tunduk dan patuh terhadap tuanya.
Lalu berdalih kesejatrahan. Namun itu hanyalah sebuah ilusi yang tidak mampu kita miliki, semua telah di sandra oleh penguasa. Ketika Mahasiswa membuka suara, semuanya di anggap sebagai ancaman, berbagai macam seragam berdiri kokoh dengan mata yang melotot agar kebenaran tidak mempunyai jalan di tengah-tengah kekecauan.
Tuan, kecerdasanmu dengan strategi membuat kami tidak berkutik untuk mengkritik, semua hanya narasi yang tidak mempunyai arti. Undang-undang dan hukum tidak berfungsi ketika mengancam sang wakil di negri ini.
Keadilan bagi serluruh rakyat Indonesia itu hanyalah sebuah omongan kosong yang terpampang agar semuanya bisa di baca bukan di rasakan.
Tuan, rayuanmu begitu candu seperti hubungan asmara yang di larang bersentuhan tubuh, tapi semua menjadi halal karena kenikmatan telah membuatmu seperti binatang yang tidak punya akal.
Tuan, malaikat pun cemburu untuk mencatat Kebaikanmu semua hanya sekedar memperlonggarkan kepentingan menjadi jembatan menuju sebuah kekuasaan. Kami membungkam suara agar tidak terdengar oleh pemangsa yang tidak punya hati,demikian napsu menjadi peran pertama memberantas kami di negri ini.
Jika bahasa bisa mempersatukan kami dari Sabang sampai Merauke, maka bangkitlah dengan satu tujuan, merdeka kembali atau di tindas oleh tikus berdasi.
Kita terlalu bangga dengan para perjuangan yang suda memerdekakan negri ini,kalian semua telah lupa bahwa negri ini Masi membutuhkan perjuangan untuk sampai di puncak kesejahteraan bukan kebangsatan.